CAUTION!
MEMBACA FF INI AKAN MEMBUAT ANDA MUNTAH-MUNTAH DAN PENGEN NABOK PENULISNYA, JADI SARAN GUE SIAPIN KANTONG KRESEK wkwkwwkwkwkwkwkwkwk
Hatiku seperti tersayat pisau yang
tajam yang membuat luka yang amat perih. Luka yang perih ini seakan di teteskan
air perasan jeruk nipis yang membuat luka ini bertambah perih, air mataku
rasanya tak mampu lagi menetes, seakan ada penyumbat dimataku ini. Mungkin kata
- kataku ini berlebihan tapi seperti itulah gambaran diriku saat itu. Saat dimana
semua orang yang aku sayang pergi meninggalkanku untuk selamanya.
***
Restoran papaku akhir–akhir ini sepi
pengunjung dan alhasil keuangannya pun menipis tapi papaku tak kehilangan akal.
Papa meminjam uang di Bank demi membayar upah pegawai-pegawainya yang banyak.
Ini bukanlah hal yang baru, karena papa sudah sering meminjam uang di Bank
dengan jaminan surat berharga tentunya seperti surat tanah, sertifikat
restoran, dan sekarang papa menggadaikan sertifikat rumah. Aku sering mendengar
percakapan papa dengan penagih hutang dari Bank tempat papa meminjam uang.
Tetapi papa tidak bisa membayar hutang–hutangnya oleh karena itu, rumah kami
akan disita Bank.
Sebelum rumah ini disita Bank papa
segera menyelamatkan semua barang yang papa anggap berharga misalnya paspor,
atm, uang tabungan papa yang disiapkannya untuk keperluan sekolahku dan adikku
Zi. Papa memutuskan untuk kabur ke Bandung karena pihak Bank mengancam akan
menjebloskan papa ke penjara tak lupa papa mengajak kami sekeluarga. Akan tetapi,
saat mereka akan berangkat ke Bandung aku masih berada di lingkungan sekolah.
Aku mendapat kabar ini dari mama lewat telpon.
“
Halo Yi, ini Mama sayang.“
“Halo
ada apa Ma? Kok telpon jam sekolah gak biasanya ma”
“Iya
Yi, ini penting! Kita harus berangkat ke Bandung tempat nenekmu. Rumah kita
bakalan disita Bank dan papamu mungkin akan ditangkap polisi karena hutangnya
di Bank yang sudah menggunung itu tidak dilunasi papamu. Barang–barangmu sudah
Mama masukkan ke dalam koper semua dan kamu tinggal izin pulang saja sekarang,
karena travel yang papa pesen udah nunggu dari tadi.”
“Tapi
Ma, Yi sekarang gak boleh izin pulang. Yi ada ulangan yang gak boleh ditunda Ma.
Yi nanti nyusul aja ya Ma lagian Yi juga udah hafal arah rumah nenek jadi Yi
berangkat sendiri aja Ma.”
“Yaudah
deh Yi, kalau gitu Mama pesen travel dulu. Kamu pulang jam 3 kan? Kopermu udah
mama letakin di meja ruang tamu biar kamu gak perlu naik keatas lagi. Mama tunggu
kamu di Bandung ya … hati-hati Yi.”
“Iya
ma. Mama juga hati-hati yaa.“
Telpon
terputus.
***
“Yes! Akhirnya aku sampai juga di rumah
nenek, terima kasih pak.”, ucapku kepada sopir travel yang mengantarkanku.
“Iya mbak sama-sama.”, jawab sopir travel itu.
Aku pun bergegas untuk masuk kerumah nenek sambil
menyeret koperku yang bobotnya cukup besar. Tapi kenapa rumah nenek nampak
sepi, padahal papa, mama, dan Zi kan udah sampai duluan seharusnya rumah ini
ramai. Aku langsung mengetuk pintu rumah nenek dan nenek segera membuka pintu
rumah yang sederhana itu. Kulihat wajah nenek lesu dan matanya sembab seperti
habis menangis tapi entahlah apa yang menyebabkan ia menangis.
Aku segera meletakkan koperku di
kamar yang biasa aku tempati saat aku ke rumah nenek. Ku rebahkan badanku di
kasur biru yang sangat rapi itu, mungkin nenek yang sudah merapikannya. Kulihat
nenek masuk ke kamar yang aku tempati sekarang dan aku masih tetap berbaring di
kasur karena badanku sangat lelah karena 1 hari perjalananku menuju Bandung.
“Ada
apa Nek? Oh iya nek kemana Papa, Mama, dan Zi Nek?”, ucapku mendahului nenek
yang nampaknya ingin berbicara padaku.
Nenek tidak menjawab pertanyaanku dan ia malah
menangis tersedu dihadapanku. Aku segera merubah posisiku yang semula berbaring
menjadi duduk menghadap ke arah nenek. Aku heran kenapa nenek menangis seperti
itu, nenek mendekatiku ia membelai lembut rambut panjangku.
“Yi
kamu harus tabah ya sayang… Nenek tau ini sulit bagimu tapi kamu harus menerima
kenyataan ini Yi.”, jelas nenek padaku yang membuat aku semakin bingung dan
keheranan.
“Nek,
ada apa? Mengapa Nenek menangis seperti itu, jangan nangis Nek.”, tanyaku pada
nenek sambil menghapus air mata yang jatuh di pipi keriput nenekku itu.
“Yi,
sebenarnya Papa, Mama, dan juga Zi udah pergi. Mereka pergi untuk selamanya. Mereka
telah meninggalkan kita Yi, ini semua gara-gara kecelakaan itu Yi, saat mereka
menuju rumah Nenek, mobil yang mengantarkan mereka menabrak pohon. Sebelumnya,
mereka sempat dilarikan kerumah sakit dan nyawa Papamu dan Zi sudah tak bisa di
selamatkan lagi. Tetapi, Mamamu sempat sadarkan diri namun hanya sebentar.
Mamamu hanya menitipkan wasiat sama nenek katanya kamu harus sekolah di Artistic Entertaiment di Seoul.”, ucap
nenek tersedu.
Mendengarkan ucapan nenek aku
langsung lunglai seperti ada jutaan anak panah yang menghujani dadaku, hatiku seperti
tertusuk belati yang tajam, dan jantungku seperti terbelah oleh samurai yang
tajam. Aku tak bisa berkata-kata lagi hanya isak tangis yang bisa kulakukan
saat itu. Terbesit dibenakku bahwa ini hanya kebohongan semata tapi nenek
menunjukan makam mereka yang ada di belakang rumah. Sangat jelas kulihat di ke-
3 nisan itu tertulis nama papa, mama, dan adikku. Melihat makam-makam yang
tanahnya masih basah itu, aku kembali menangis dan aku terduduk lemah di hadapan
ke- 3 makam itu. Aku sudah kehilangan harapan untuk hidup.
***
Satu bulan sudah kepergian papa,
mama, dan Zi. Aku masih saja belum mau sekolah, aku merasa tak ada gunanya lagi
hidup, dan rasanya aku ingin mati saja. Tetapi disisi lain aku kasihan melihat
nenekku yang setiap hari selalu menghiburku. Nenek selalu berusaha
membangkitkan semangatku tapi aku hanya diam saja. Walaupun ku tahu kalau nenek
lebih menderita dariku. Setiap hari nenek selalu menyuruhku untuk sekolah di
Seoul, Korea Selatan tapi aku selalu menolak. Rasanya, semangatku ini sudah
goyah tapi aku ingat akan pesan mama sewaktu hidup, ia selalu mendukungku untuk
menjadi penyanyi dan setiap kami ke Seoul mama selalu menyuruhku sekolah di Artistic Entertaiment. Akan tetapi, aku
tak mau sekolah disana.
***
“Yi
kamu harus segera laksanakan wasiat terakhir Mamamu Yi! Katamu, kamu sayang Mama
tapi kenapa kamu tidak mau mewujudkan harapan Mamamu yang satu ini. Ayolah Yi
kamu harus mengejar cita-citamu biar Mama dan Papamu bangga padamu, biarlah mereka
tenang di alam sana Yi.”, bujuk nenek yang kesekian kalinya padaku.
“Baiklah
nek aku akan menjadi penyanyi seperti apa yang Mama inginkan. Aku akan sekolah
di ‘Artistic Entertaiment’ aku akan
membuat Mama bangga dan besok aku akan terbang ke Seoul.”
***
Waktu menunjukkan pukul 07.30 KST
dan itu artinya aku harus segera berangkat kesekolah baruku. Ini adalah hari
pertamaku masuk sekolah jadi aku harus memberikan kesan terbaik dengan datang
tepat waktu. Ku susuri jalanan Seoul yang sudah lama tak ku injak, aku berjalan
sambil menggendong tas ranselku. Ku hirup udara sejuk pagi ini dengan
nikmatnya, tak lama setelah itu aku sampai di gerbang Artistic Entertaiment. Aku segera masuk kelas tak lupa ditemani
oleh seonsangnim. Seonsangnim adalah panggilan guru dalam
bahasa Korea. Tak sulit bagiku untuk berbicara dalam bahasa Korea, toh aku juga
sudah tinggal cukup lama disini dan mamaku juga orang Korea yang bermarga Park
sungguh perkara yang mudah bukan.
***
Aku disuruh seonsangnim untuk memperkenalkan diri.
“Annyeong haseyo, nama saya Park Yi San
saya berasal dari Indonesia. Senang berjumpa dengan kalian.”, ucapku santun
sambil membungkukkan badan. Mereka meresponku dengan sangat baik. Aku sangat
senang dan berharap aku punya banyak teman disini.
“Yi
San-ah silahkan duduk disana.”, kata seonsangnim
sambil mengarahkan telunjuknya pada bangku kosong di sebelah lelaki berbadan
jangkung nampaknya.
“Baiklah
seonsangnim, terima kasih.”, jawabku
seraya berjalan menuju bangku itu.
“Permisi,
boleh aku duduk disini?”, tanyaku sopan pada lelaki yang ber name tag Kris Wu itu. Tetapi, aku heran
pada lelaki itu, ia sama sekali tidak merespon perkataanku. Ia hanya
menunjukkan ekspresi dinginnya padaku. Ternyata aku salah, tidak semua murid
disini meresponku dengan sangat baik, contohnya Kris Wu yang sama sekali tidak
merespon pertanyaanku.
***
3 jam pelajaran berlalu, sekarang
waktunya jam istirahat. Tetapi aku tidak mau keluar kelas dulu. Aku sengaja
tetap dalam posisi dudukku ini agar lelaki dingin ini tidak bisa keluar dari
tempat duduknya dan ia akan merasa kesal padaku. Dengan begitu, ia akan marah
padaku dan aku tidak akan merespon dia seperti hal nya ia tidak meresponku
tadi.
Semua murid di kelas ini sudah berhamburan keluar
kelas kecuali aku dan lelaki dingin ini. Istirahatnya 1 jam penuh, tapi aku
tetap ingin mengerjai lelaki dingin ini. Aku pura-pura bergaya mendengarkan
music di iphone ku, padahal musiknya
tak ku putar biar aku bisa mendengarkan setiap ocehan dari mulut lelaki dingin
ini. Ku lirik ke arahnya, ia hanya diam tanpa aktivitas apapun. Sungguh aneh
lelaki ini, sudah 40 menit waktu berlalu ia tetap diam tanpa kata dan tanpa
aktivitas apapun. Mungkin dia akan kesemutan karena dari tadi ia tidak mengubah
posisinya sama sekali. Aku merasa sangat kesal, rencanaku gagal total, dan ku
putuskan untuk keluar kelas saja.
“Hey
Park Yi San kamu anak baru itu kan?“, tanya seorang gadis dengan senyum ramahnya
padaku.
“Hey,
iya. Ngomong-ngomong namamu siapa?”
“Aku
Yoo Chika.”, jawabnya sambil menunjukkan name
tag nya padaku.
“Iya
Chika-ah senang berkenalan denganmu kuharap kita bisa jadi teman baik.”
“Tentu
Yi San-ah. Eh iya, ayo kita ke kantin. Perutku sudah lapar sekali.”
“Eh
iya, ayo-ayo …”
Kami berdua segera bergegas ke
kantin. Aku memesan bulgogi daging
sapi dan Chika memesan kimchi. Sudah
lama sekali aku tidak memakan bulgogi khas
Korea dan hari ini rasanya sangat lezat sekali.
“Chika-ah
kamu tahu kan sama Kris Wu? Ya cowok dingin itu. Dia itu orangnya gimana sih?
Kamu kan udah lama kenal dia.”
“Oh
Kris. Dia itu cowok yang paling dingin di kelas. Dia gak pernah ngomong lagi
sejak mamanya meninggal. Dia berubah drastis, padahal dulu dia itu sosok cowok
yang baik, ceria, dan juga suaranya bagus banget tapi sekarang setiap ada jam vocal dia enggak pernah ada di kelas.
Kris yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau kamu bisa buat dia ngomong berarti
kamu hebat Yi San-ah tapi itu gak akan mungkin.”
“Ya
ampun dia itu aneh banget ya. Padahal kalau diperhatikan lagi wajahnya tampan
juga tapi karena sifatnya yang dingin itu ketampanannya seakan luntur dimataku.
“Kris
itu memang tampan Yi San-ah, jangan-jangan kamu suka ya sama Kris? Hahahhah.”,
olok Chika padaku sambil tertawa.
“Ih
gak mungkin lah.”
“Ayo
ngaku …”
“:Ah
sudahlah ayo kita kembali ke kelas sebentar lagi kan pulang.”
***
Teet ... teet .. teet… Bel pulang
berbunyi, akhirnya aku bisa pulang juga. Kulangkahkan kakiku dengan penuh
semangat karena aku akan segera pulang untuk beristirahat. Tetapi langkahku
terhenti saat aku mendengarkan suara petikan gitar yang sangat merdu. Ya, aku
memang sangat suka dengan alunan gitar. Aku mencari sumber suara itu dan
ternyata suara itu berasal dari balik pohon yang cukup rindang itu. Betapa
terkejutnya aku ketika melihat sang pemilik gitar itu lagi memainkan gitar
dengan jumawanya. Dia Kris oh tidak, dia terlihat begitu tampan dengan gitar
coklatnya itu dan petikan gitarnya membuatku terhipnotis. Aku tak menyangka
akan hal yang baru saja ku lihat, aku mendekatinya dan aku masih terus
menikmati alunan gitarnya yang begitu merdu sampai-sampai aku tak menyadari
kalau suara gitar itu sudah berhenti.
“Wah
Kris-ah kau sangat pandai bermain gitar, aku benar-benar tidak menyangka kalau
orang aneh sepertimu ini bisa memainkan gitar dengan sangat merdu.”, ucapku
dengan penuh antusias diiringi tepukan tanganku yang cukup keras.
Sama seperti biasanya Kris tidak
menjawab ucapanku tadi. Tapi kali ini ia tersenyum padaku. Oh Tuhan, senyumnya
sangat menawan aku sangat terpukau di buatnya hari ini. Kris yang dingin yang
sudah membuatku kesal sekarang ia bisa menghipnotisku hanya dengan petikan
gitar dan senyumannya yang kuakui sangat indah itu. Bukannya berlebihan, tetapi
aku sangat takjub dibuatnya ia benar-benar sempurna dimataku tidak ada lagi
kata kesal pada dirinya ia benar benar membuatku ternganga. Kris sekarang
sedang berjalan sambil membawa gitarnya menjauh di hadapanku. Ku pandangi dia
dari belakang, aku masih duduk di bawah pohon yang rindang ini. Tetapi tunggu,
kulihat dari arah lain ada mobil yang melaju begitu kencangnya dan ya aku
tersadar. Aku segera berlari ke arah Kris dan aku mendorong Kris hingga ia
tersungkur ke tanah.
***
Ku buka mataku kulihat tubuhku sudah terbaring di tempat tidur dan
tanganku di infuse. Kulihat di
sekililingku dan ku dapati sosok lelaki yang tertidur sambil duduk di sebuah
kursi yang pas untuk tubuhnya itu. Dia Kris sosok lelaki tampan yang tidak
pernah berbicara padaku kulihat tangannya menggengam erat tanganku. Ku tarik
tanganku, ku sentuh rambut coklatnya itu dan matanya terlihat sembab seperti
habis menangis. Seorang Kris bisa menangis? Tidak mungkin pikirku. Pikiranku
melayang kemana-mana, aku teringat peristiwa sebelum aku berada disini aku
telah menyelamatkan nyawa Kris yang sebelumnya sempat memainkan gitar dengan
sangat indah di balik pohon yang rindang.
Sementara aku berpikir, nampaknya
Kris sudah bangun. Aku tersenyum padanya tapi wajahnya nampak khawatir entah
apa yang ia khawatirkan. Aku ingin beranjak dari tempat tidurku tapi tidak bisa
kakiku terasa sakit.
“Yi-ah
kau tak apa-apa kan? Kau baik-baik saja kan?”, tanya Kris padaku dengan
ekspresi wajah yang terlihat jelas ia khawatir padaku.
“Mwo! Kris-ah kau bicara padaku. Kau
mengkhawatirkanku Kris, sungguh ini seperti mimpi atau mungkin aku sudah tak
sadarkan diri begitu lama sampai-sampai aku berimajinasi seperti ini.”
“Maafkan
aku Yi-ah aku salah seharusnya kau tak usah menolongku seharusnya aku yang ada
di tempat ini bukan kau. Maafkan aku. ”, ucapnya dengan wajah menyesal.
“Tidak
Kris-ah kau tidak salah ini sudah terjadi jangan kau pikirkan lagi. Semuanya
akan baik-baik saja.”
“Asal
kau tahu Yi-ah sejak pertama ku melihatmu aku merasakan perasaan yang berbeda
mungkin ini cinta tapi aku tak bisa bicara padamu karena trauma itu masih saja
menghantuiku. Saat dimana gara-gara mulutku ini mamaku meninggal. Ya, waktu itu
aku sedang membeli es krim tapi aku lupa membawa uang dan kulihat mama di
seberang jalan aku berteriak memanggil mama untuk membawakan uangnya padaku
tapi mama ditabrak mobil dan itu terjadi di depan mataku. Sejak saat itu aku
tidak berani untuk membuka mulutku lagi dan sekarang saat aku melihatmu
ditabrak mobil spontan aku langsung berteriak minta tolong. Aku sangat
bersyukur kau bisa diselamatkan, mulai saat ini aku tidak mau orang yang aku
cintai mengalami nasib buruk aku akan selalu menjaga mu Yi-ah karena aku cinta
padamu jeongmal saranghae Park Yi
San.”
Mendengar ucapan Kris aku
benar-benar terharu sekaligus senang karena ia mencintaiku dan gara-gara aku
traumanya sembuh. Jujur kuakui aku juga jatuh cinta pada Kris sejak
mendengarkan alunan gitarnya dan juga melihat senyum menawannya yang sangat
tulus ia berikan padaku. Aku benar-benar speechless
mendengar ucapan Kris tadi, ini seperti mimpi yang benar-benar indah karena dia
juga mencintaiku. Aku benar-benar tak menyangka mungkin aku sudah terbaring
cukup lama disini sehingga banyak sekali perubahan disini.
“Nado
saranghae Kris-ah.”, jawabku lirih. Kris tersenyum padaku dengan wajah yang
begitu bahagia.
***
Takdir yang membawaku terbang dari
Indonesia ke Seoul, takdir juga yang mempertemukanku dengannya, dan karena
takdir juga aku mencintainya. Tak butuh waktu yang lama bagiku untuk membenci
dan mencintainya dalam waktu yang bersamaan. Kedengarannya memang aneh tapi
begitulah kisah cintaku dengannya, dia adalah belahan jiwaku. Belahan jiwa yang
kutemukan di negeri ginseng, ia adalah Kris Wu lelaki dingin yang memiliki
senyum menawan yang sangat jumawa bermain gitar.
-End-
Komentar
Posting Komentar