Langsung ke konten utama

Lima Juta Waktu Yang Hilang

LIMA JUTA WAKTU YANG HILANG


Perempuan itu menatapku tajam. Sorot matanya tampak redup dan sayup. Kerutan di sekitar matanya terukir dengan jelas. Ia berjalan perlahan ke arahku. Jalannya tertunduk-tunduk, bungkuk punggungnya. Langsung ku berjalan ke arahnya dengan sedikit lari kecil. Ia tersenyum, kerutan di pipinya terlihat amat jelas. Putih sekali giginya, terlihat masih kokoh juga. Aku hampir tertawa, melihat ompongnya yang tersembunyi tetapi tetap kelihatan. Hanya senyum saja yang ku perlihatkan dengan sedikit sumringah.
“Kenapa ditahan? Kalo mau ketawa ayo ketawa,” ucapnya. Aku langsung memeluk pinggangnya yang ramping. Tulang-tulang tubuhnya menonjol sedikit tajam, membuat tanganku seperti berada diantara benda tajam. Tak terasa sudah lima dekade ini aku tak memeluk tulang-tulang yang tajam ini. Ia meneteskan air mata sambil tersenyum. “Jangan nangis dong, jelek kan jadinya,” hiburku sambil mengusap surai rambut putihnya.
“Kamu sudah dewasa sekarang, matamu dulu penuh belekan sekarang sudah seterang cahaya lampu mobilku. Bibirmu yang suka belepotan makanan sekarang sudah merah delima, diberi gincu”, Ia mengomel panjang.
“Hoyyy, nenek. Jelas dong. Aku kan sudah gadis. Nenek pun banyak berubah sekarang giginya sudah ompong, hahahaha, eh”, aku menutup mulut menahan tawa. Ia menepuk punggungku dengan rasa sayang. Wajahnya menggambarkan kerinduan yang mendalam. Aku pun sama hanya saja aku tak pandai mengekspresikannya. Aku dan nenek kembali berpelukan saling melepas kerinduan.
***
            Gaun merah itu membalut tubuh putihku dilengkapi dengan gincu yang tak kalah menyala. Rambutku yang seperti rambut orang Belanda ku biarkan tergerai. Dompet hitam metalic membuat penampilanku bertambah glamour. Aku pun berjalan di atas heels hitam. Segera ku masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah terbuka. “Terima kasih,” ucapku pada lelaki yang memakai tuksedo hitam dan sepatu pantofel dengan rambut klimisnya yang hitam. Namanya Braja, tinggi 170 cm dengan berat badan 60 kg. Postur tubuhnya proporsional, memiliki rahang dan bahu yang lebar. Dia amat bijaksana, penyayang, humoris, dan suka membuat gaduh. Wajahnya sangat oriental, kalau dia tertawa semua giginya terpampang rapi.
“Bagaimana sudah siap untuk berpesta nona,” ia tertawa sumringah. Aku pun tersenyum. “Siap tuan ayo kita berangkat,” mobil sedan hitam itu pun melaju dengan cepat di tangan sang jumawa si empunya mobil.
Tak butuh waktu yang lama, mobil sedan hitam itu pun sudah tiba di tempat tujuan. Aku pun segera keluar dari mobil ditemani pria yang menyetir mobil di sampingku. “Ayo nona, Tuan muda akan segera menggandengmu,” ucapnya seperti remaja saja. Aku hanya menggandeng tangannya dan terkekeh karena tingkahnya itu.
“Laras... Braja. Oh sahabatku kemarilah,” pelukan hangat itu sampai ke tubuh kami berdua. Ini adalah hari sakral dan bersejarah baginya. Ia tampak bersinar di hari ini. “Selamat kawan, semoga selalu dilimpahkan kebahagian dalam hidup kalian berdua,” doaku kepada kedua pengantin ini.
“Kapan kalian menyusul,”, pertanyaan yang sangat sering kami dengar setiap datang ke acara seperti ini. Kami hanya saling tatap dan tersenyum. Seakan saling bertanya kapan. “Tunggu tanggal mainnya bung,” Braja menjawab spontan. “Kapan” batinku. Aku tidak menuntut untuk segera dilamar olehnya. Toh dia sudah melamarku hanya saja status kami masih belum diresmikan sebagai pasangan hidup. Dia pun sudah kenal dekat dengan keluargaku begitu pun aku. Tidak hanya kami tapi juga kedua keluarga sudah seperti melebur menjadi satu keluarga saking dekatnya. Untung kami tidak tinggal serumah, kalau ia seperti sudah kawin saja kami berdua.
            Aku juga tak tahu kenapa kami masih belum siap menikah. Padahal aku dan Braja sudah cukup mapan akan hal itu. Kami hanya perlu waktu sedikit lagi mungkin. Tapi aku tidak terlalu menganggap status itu yang terpenting karena saat bersama dengannya aku merasa dapat menyumpahkan segala sampah di hatiku padanya. Saling menjaga satu sama lain dan terlibat dalam diskusi ringan sampai ke berat disertai perhatian dan pengertian satu sama lain. Pikiranku mengarahkan bahwa aku dan dia adalah pasangan hidup. Nampaknya dia juga berpikir demikian. Kadang kami tak perlu kata-kata untuk berkomunikasi, hanya diam pun kami seakan berkomunikasi.
“Nanti ya Laras tunggu waktunya. Aku tinggal beberapa langkah lagi. Setelah itu kita akan hidup bahagia tanpa mengkhawatirkan apapun. Maunya aku nanti kita tak perlu sibuk di dunia kerja. Aku mau saat sudah menikah kita hanya sibuk berdua saling memerhatikan satu sama lain dan juga merawat anak-anak kita sampai kita tua nanti. Kamu tahu kenapa hati manusia hanya satu tidak seperti tangan, kaki, dan telinga yang dua. Karena Tuhan tahu ada satu hati lagi untuk melengkapinya dan aku sudah menemukannya. Ia ada di dalam tubuh nona Laras.”, ia tersenyum seraya mencium tanganku. Sekali lagi aku hanya tertawa karena tak kaya kata-kata sepertinya.
Aku tahu aku juga tidak perlu memilih karena hatiku tahu dimana tempat untuk singgah dan menetap lama. Rasanya dalam waktu yang sangat lama dan tak ada batasnya. Sampai raga tak lagi bersama jiwa dan nyawa sudah tiada. Tapi ku tetap yakin, bahkan setelah kehidupan berikutnya hatiku akan bersama dengannya pria bernama Braja Arimasta.
***
“Kemari sayang peluk nenek”, ucap wanita tua yang cantik itu. aku dan Braja segera memeluknya dengan erat. Kami berpelukan sangat lama setelah sekian lama. Hari ini aku mengajak Braja ke rumah nenekku. Braja sering kesini tapi lima tahun yang lalu. Sama sepertiku, Braja bekerja di Amerika demi kepentingan perusahaan dan aku sebagai public relations perusahaannya pun akan selalu bersama dia kemana pun.
“Segeralah menikah agar nenek segera punya cucu jangan menunda hal yang baik”, aku dan Braja takzim.
“Iya nek dalam waktu dekat kita akan segera laksanakan pernikahan”, Braja menjawab tegas.
“Jangan sampai sejarah lama terulang lagi”, raut wajah nenek menjadi sangat murung.
“Sejarah apalagi nek, kita masih menunggu beberapa waktu saja nek. Nenek tunggu saja kabar baiknya.” Nenek mempererat pelukannya. Aku dan Braja kebingungan. Kami saling tatap sejenak, mata Braja mengisyaratkan semuanya  baik-baik saja. Aku tersenyum lega.
***
Semuanya berjalan seperti harapanku dan harapan semua orang. Antara kenyataan dan harapan seimbang, tak ada kesenjangan. Sampai saat itu tiba, semuanya seolah fana tapi dunia ini memang fana kuakui. Manusia hanyalah objek yang menjalankan semua rencana Tuhan. Tinggal memilih mau kemana sisanya Tuhan yang ngatur. Aku tetap memilih jalanku, tak kan ku biarkan orang mengambil jalanku. Begitulah hidup, selalu mengalami perubahan tidak pernah statis selalu dinamis, unpredictable luar biasa memang. Aku tercengang, manusia berubah begitu cepat. Tanpa alasan apapun Braja tiba-tiba pergi, hilang ditelan bumi atau dia telah mati. Aku tak tahu kemana dia pergi yang aku tahu dia pembual kelas teri. Semua yang ia bicarakan adalah dusta, tak ada yang benar. Aku kecewa, ini adalah kekecewaan terbesar dalam hidupku. Dia menghilang dan yang menyakitkan tak ada alasan ia menghilang kenapa. Ku pikir sudah mati dia. Kejadian terakhir masih sangat segar di ingatanku. Saat terakhir aku melihatnya. Sungguh rapi pakaiannya seperti biasanya. Tak ada yang aneh dari gelagatnya, sikapnya, atau cara dia berbicara. Dia tetap sama seperti Braja yang aku kenal selama ini.
“Laras, tuan mau pergi tolong kamu jaga diri baik-baik. Hatimu juga, aku ada perjalanan bisnis ke Amerika, sebentar lagi pulang dan akan segera menikah denganmu. Kali ini kamu tidak perlu ikut nanti capek, biar Ali yang menggantikan tugasmu”, terakhir ia mengecup keningku. Aku mengangguk takzim. Seperti murid patuh terhadap gurunya.
“Baiklah hati-hati Braja, sampai jumpa. I love you”, aku tak membantah atau melarang dia pergi. Dengan santai ku ucapkan hal semacam itu.
Setelah hari itu, aku telpon dia tidak bisa, kutanya Ali pun katanya Braja menghilang bagai ditelan bumi. Ku tunggu lagi sekitar satu bulan, hasilnya pun nihil. Sampai sekarang tahun kelima ku menunggunya. Sepertinya dia sudah mati. Awalnya aku tetap optimis menunggu tapi sekian lama ku merasa tertipu oleh penipu ulung seperti Braja. Anjing emang, Bangsat. Tak tahu malu rupanya si Braja, baru tau aku tabiat aslinya. Bagaimana bia dia membuatku menunggu begitu lama. Sampai tua juga aku.
Esoknya ku lihat di jendela, kalau-kalau ada mobil sedan hitam berhenti tapi tetap tak ada. Esoknya lagi aku tak putus asa, ku duduk dibawah taman depan rumah nenek tempat aku dan Braja biasa menyemil makanan ringan atau sekadar bersenda gurau. Hasilnya sama, tak ada orang memakai tuksedo hitam, sepatu pantofel, atau mobil sedan. Tak kudapati sosok jangkung dengan rambut klimis seperti biasanya. Begitulah Braja, lelaki bangsat yang mungkin sekarang sudah mati. Benci aku sama dia, kesal, inginku mengumpat tapi tak bisa. Tak ada orangnya.
Waktu terus berlalu, semuanya tampak berubah. Pohon-pohon yang kecil sudah tumbuh begitu besar dan rindang. Teknologi semakin canggih, makin banyak orang-orang pintar lewat depan rumahku. Rupanya di seberang rumahku ada sekolah baru. Sekolah baru itu namanya perguruan tinggi negri. Ku lihat muda-mudi berkemeja, bersepatu, dan menyandang tas. Adapula yang hanya memegang buku dan memakai kaos polo. Ada yang berhenti sebentar di taman depan rumahku sambil membetulkan tali sepatunya atau menaikan pengait tas nya agar tasnya longgar. Sedangkan aku sudah berubah juga. Rambut sudah putih, badan kurus dengan tulang-tulang yang tajam. Tak tahu kalau gigiku masih kokoh tapi ada yang ompong tersembunyi tapi tetap kelihatan. Mataku pun sudah rabun, sekitar mataku juga mengkerut.
Sudah sangat tua aku. Aku lihat di cermin, “ Wah tua sekali kamu Laras”, seseorang tiba-tiba memanggilku. Aku pun terbangun dari mimpiku. Mimpi yang membawaku mengingat kembali masa lalu yang penuh penantian tak kunjung sampai. Tak sadar aku kalau mataku sudah basah. Aku menangis ternyata di dalam mimpi. Seseorang yang memanggilku itu pun sudah duduk disamping tempat tidurku. Aku tersenyum menatapnya. Rambutnya putih sama sepertiku, namun tetap klimis gayanya. Sepatu pantofel hitam dan tuksedo hitam melekat di tubuhnya. Sudah buluk tapi barang-barang yang melekat ke tubuhnya. Sudah lama sekali. Sepatunya pun sudah usang, tapi dia tetap suka memakai sepatu itu. ada alasan tersendiri katanya. “Seseorang saat mudanya selalu memakai ini, aku pun tak mau melepaskannya”
“Kau selalu begitu Braja, ayo tuntun aku, aku mau berjalan di taman depan tuan”, aku mengulurkan tangan yang segera disambut olehnya.
“Baik nona, mari kita berjalan”, ucapnya sambil sedikit terbatuk.
Oh iya rahasia waktu itu, ternyata setelah 5 dekade Braja datang dengan membawa lima juta mobil, lima juta motor, lima juta pasang sapi, lima juta pengantin kecil, lima juta kuda, dan masih banyak lima juta lainnya. Ia pun melamarku dengan cincin seharga lima juta dolar. Aku marah saat melihatnya, tapi ia tersenyum. Aku pun melihat semuanya seakan tahu ini sudah direncanakan. Tapi aku tetap kesal, aku menunggu terlalu lama. Aku pun tersenyum melihat lima juta mawar berhamburan di depan rumahku. Lalu lima juta ikan, lima juta batu koral warna-warni menghiasi kolam ikan di rumahku. Semuanya dibawa oleh Braja, terharu aku. Akhirnya kami menikah, aku pun diangkut oleh lima juta pengantin kecil perempuan dan dari arah berlawanan Braja diangkat oleh lima juta pengantin kecil laki-laki. Wah ini lima juta.

***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

kata kerja masu dalam bahasa jepang beserta terjemahannya

 No Kata kerja dasar golongan Kata kerja masu   ます Arti 1 Kau かう 1 kaimasu かいます Membeli 2 A u あう 1 aimasu あいます Bertemu 3 Utau うたう 1 utaimasu うたいます Melagukan 4 Matsu まつ 1 Machimasu まちます Menunggu 5 Tatsu たつ 1 Tachimasu たちます Berdiri 6 Wakatsu わかつう 1 wakachimasu わかちます Membagikan 7 Nor u のる 1 Narimasu なります Naik 8 Tsukuru つくる 1 Tsukurimasu つくります Membuat 9 Wakaru わかる 1 Wakarimasu わかります Mengerti 10 Asobu あそぶ 1 asobimasu あそびます Bermain 11 Tobu とぶ 1 Tobimasu とびます Terban...

contoh Recount text

Recount Text adalah teks yang menceritakan suatu kejadian yang telah terjadi atau secara singkat, recount text adalah teks yang menceritakan ulang suatu kejadian atau peristiwa yang telah terjadi. Pada tulisan saya kali ini, saya akan memberikan 3 contoh recouny text. Contoh Recount Text : 1. Antusiasme Guru SMANDA Dalam Memperingati HUT PGRI Ke-70 Tepat pada tanggal 25 November 2015 seluruh sekolah memperingati hari guru nasional yang ke-70 atau yang lebih dikenal dengan HUT PGRI ke-70 tak terkecuali SMA Negeri 2 Unggul Sekayu. Hari ini, pukul 07.30 WIB seluruh warga SMA Negeri 2 Unggul Sekayu dikumpulkan di lapangan SMANDA, akan tetapi upacara kali ini berbeda dari biasanya karena petugas upacaranya dari kalangan guru. Pada saat itu para guru yang menjadi tugas upacara sibuk latihan dengan tugasnya masing-masing. Diantara mereka yang menjadi petugas yaitu, ibu Nur sebagai wakil dari kepala sekolah sebagai pembina upacara, pak Darmawan sebagai pemimpin upacara, ibu Suci s...

contoh teks eksplanasi media sosial

Media Sosial Media sosial merupakan saluran atau sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya dimana para penggunanya dapat dengan mudah mencari teman, mengirim pesan, membagikan berita, dan aktivitas lainnya. Sebagai salah satu media komunikasi, media sosial tidak hanya dimanfaatkan untuk berbagi informasi dan inspirasi, tetapi juga ekspresi diri, pencitraan diri, dan ajang curhat, bahkan keluh - kesah dan sumpah - serapah. Saat ini, media sosial sepertinya sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Tua muda, pria wanita, bos besar sampai Office boy pun sepertinya sudah mengenal dan mengetahui tentang media sosial. Beberapa media sosial yang populer di Indonesia yaitu facebook, twitter, instagram, google plus, ask fm, tumblr, flickr, pinterest, path, dan beberapa sosial chat seperti bbm, line, whats app, dan lain sebagainya. Perkembangan teknologi informasi yang pesat merupakan salah satu penyebab booming nya media sosial. Zaman sekarang med...