Resensi Buku “The Book of Forbidden Feelings” Karya Lala Bohang
Judul : The Book of Forbidden Feelings
Penulis dan Ilustrator : Lala Bohang
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Isi : 147 halaman
Tahun Terbit : Cetakan ke- 7, 2019
Buku ini berisi kumpulan kata-kata dan puisi dari Lala Bohang. Sejujurnya, buku ini cukup membuat pembaca bingung, sedih, dan senang, sekaligus semangat di satu waktu. Dari judul buku pun dibuat cukup menarik dan membuat orang penasaran yaitu “The Book of Forbidden Fellings”.
Awalnya saya pikir buku ini semacam buku motivasi tetapi pada akhir halaman atau epilogue nya tertulis this is not a motivational book di dalam bentuk hati yang sangat jelas bahwa itu digambar manual dengan tangan. Lalu, ketika saya membaca lembar demi lembar buku ini, saya mulai berpikir “Oh iya benar sekali”,
“Oh, ini aku banget”, “Maksudnya apa ya?” dan saya banyak terkekeh karena tiap kata yang ditulis Lala Bohang pada hakikatnya adalah kebenaran yang ada di dunia nyata.
Secara umum, buku ini menjelaskan tentang relationship, friendship, hopes, loneliness, dan our self. Semuanya terasa benar adanya, bahkan terasa sangat menarik karena dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang terkait dengan tiap kisah yang diceritakan Lala. Buku ini kalau dianalisis lagi dibagi menjadi beberapa bagian. Seperti bagian pertama tentang bagaimana perasaan seseorang yang sedang patah hati.
A small house with a tiny garden far from the city and you
Kata-kata yang singkat namun bermakna mendalam. Lalu dihalaman selanjutnya, Lala dengan sangat jujur menggambarkan bagaimana perasaan sakit ketika cinta yang kita inginkan tidak menginginkan kita.
“You;re the kind of love that I always avoid.... When I hold your back I can see when you walk away from me without even looking back.. “ (hal.13)
bagian pertama dan kedua pun saling berhubungan seperti kelanjutannya. Ketika seseorang yang ingijn menjauhi cintanya sendiri dan ingin pergi jauh-jauh namun tak dapat beranjak lalu dilanjutkan dengan pernyataan kedua yaitu “you love your self more than you love me” lalu lembar selanjutnya menjelaskan tentang keinginan seseorang untuk dicintai dan disayangi oleh orang lain.
Bagian selanjutnya menjelaskan tentang “You know what? Stay.” Hal ini mengajarkan kita tentang bagaimana seharusnya kita tidak usah memikirkan hal-hal yang sebaiknya tidak perlu kita pikirkan. Perasaan-perasaan yang dijelaskan pada lembar-lembar awal buku ini tentang perasaan-perasaan destruktif yang tak harus kita rasakan. Dilanjutkan dengan puisi-puisi selanjutnya dimana Lala menceritakan secara jujur tentang perasaan negatif yang menurut saya dialami langsung olehnya dan mungkin dialami oleh banyak orang, lalu ia lanjutkan dengan puisi positif dengan memberi semangat dan mengatakan bahwa semua perasaan negatif itu salah dan tak perlu dipikirkan.
“I want to grow up but my soul doesn’t seem to be very exited about it. Maybe she’s lying. She’s just a soul. One day she says, “Get up, lazy cat! You have to live your day proud and loud!“ But another day she whispers, “so tired, can we just stay at home all day, call in sick, write an ugly poem, and be busy being invisible?”
Seperti halnya Lala yang menuliskan dan menggambarkan ketakutan-ketakutannya dan berdamai dengannya. Dapat kita tangkap dari perspektif Lala bahwa tidak harus selalu menuntut dirinya untuk selalu dalam keadaan baik dan menuntut kesempurnaan. Sudah menjadi fitrahnya manusia untuk berada dalam dua kondisi ini. Baik dan buruk, senang dan sedih, bersemangat dan malas. Karena kita hanyalah manusia biasa dan bukan Tuhan, maka dari itu, it’s okay to be not okay, as it is part of us. Dalam buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana hubungan pertemanan yang ada diantara perempuan.
“Women to women friendship is the hardest of them all. It’s listening but at the same time talking someone’s back.”
Kata-kata itu membuat saya tergelitik karena ada benarnya juga apa yang dikatakan Lala.
Lalu, di lembaran selanjutnya Lala menjelaskan tentang “Nothing” yang sebenarnya saya bingung apa yang ingin ia jelaskan. Namun, setelah mendalami maknanya ternyata Lala memberi kita ‘kacamata’ baru dalam melihat hal-hal di sekeliling kita sebagaimana hakikat kehidupan menjadi pedoman dan tolak ukur kita dalam melakukan segala hal, termasuk dalam memandang ketakutan-ketakutan kita. Lala menuliskan dalam bukunya,
Let’s talk about nothing. Nothing is not nothing at all. There are so many things in nothing. More important than any important things you have learned all your life. Nothing is the most beautiful thing in the world because in nothing the possibility is endless. Everything is nothing and nothing is everything. Nothing is zero and empty. From zero you can become one hundred and be back to zero again. (hal.136). Menemukan “nothing” adalah sebuah loncatan. “Nothing” muncul begitu saja seketika ketakutan diurai. It’s a completely greater thing compared to our fears. Maka tak heran jika bahasan “nothing” seakan tidak berhubungan dengan ketakutan-ketakutan kita, as they are now “nothing”.
Dari semua puisi-puisi Lala dalam The book of forbidden feelings mengajarkan kita tentang banyak hal dan tidak usah khawatir dan takut untuk mengalami berbagai fase dalam hidup. Sudah sewajarnya manusia mengalami dualisme dalam hidup, sedih dan bahagia, putus asa dan bersemangat, mengalami hal baik dan buruk. Karena itu memang sudah sewajarnya hidup. Tetapi tetap saja yang paling penting bagi diri kita sendiri menurut saya adalah kebahagiaan. Lala pun menyebutkannya bahwa kebahagian kita adalah hal yang selalu penting pada halaman 105 yaitu,
Your
happiness is
always
urgent.
Sangat relate bukan. Kadang kita mengedepankan hal-hal yang wajib kita lakukan sebagai bentuk tanggung jawab kita. Padahal ada tanggung jawab yang lebih penting dari apapun yaitu tanggung jawab untuk membuat diri kita sendiri menjadi bahagia. Ini bukanlah egois tapi lebih kepada bagaimana cara kita mengapresiasi diri kita sendiri.
Judul : The Book of Forbidden Feelings
Penulis dan Ilustrator : Lala Bohang
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Isi : 147 halaman
Tahun Terbit : Cetakan ke- 7, 2019
Buku ini berisi kumpulan kata-kata dan puisi dari Lala Bohang. Sejujurnya, buku ini cukup membuat pembaca bingung, sedih, dan senang, sekaligus semangat di satu waktu. Dari judul buku pun dibuat cukup menarik dan membuat orang penasaran yaitu “The Book of Forbidden Fellings”.
Awalnya saya pikir buku ini semacam buku motivasi tetapi pada akhir halaman atau epilogue nya tertulis this is not a motivational book di dalam bentuk hati yang sangat jelas bahwa itu digambar manual dengan tangan. Lalu, ketika saya membaca lembar demi lembar buku ini, saya mulai berpikir “Oh iya benar sekali”,
“Oh, ini aku banget”, “Maksudnya apa ya?” dan saya banyak terkekeh karena tiap kata yang ditulis Lala Bohang pada hakikatnya adalah kebenaran yang ada di dunia nyata.
Secara umum, buku ini menjelaskan tentang relationship, friendship, hopes, loneliness, dan our self. Semuanya terasa benar adanya, bahkan terasa sangat menarik karena dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang terkait dengan tiap kisah yang diceritakan Lala. Buku ini kalau dianalisis lagi dibagi menjadi beberapa bagian. Seperti bagian pertama tentang bagaimana perasaan seseorang yang sedang patah hati.
A small house with a tiny garden far from the city and you
Kata-kata yang singkat namun bermakna mendalam. Lalu dihalaman selanjutnya, Lala dengan sangat jujur menggambarkan bagaimana perasaan sakit ketika cinta yang kita inginkan tidak menginginkan kita.
“You;re the kind of love that I always avoid.... When I hold your back I can see when you walk away from me without even looking back.. “ (hal.13)
bagian pertama dan kedua pun saling berhubungan seperti kelanjutannya. Ketika seseorang yang ingijn menjauhi cintanya sendiri dan ingin pergi jauh-jauh namun tak dapat beranjak lalu dilanjutkan dengan pernyataan kedua yaitu “you love your self more than you love me” lalu lembar selanjutnya menjelaskan tentang keinginan seseorang untuk dicintai dan disayangi oleh orang lain.
Bagian selanjutnya menjelaskan tentang “You know what? Stay.” Hal ini mengajarkan kita tentang bagaimana seharusnya kita tidak usah memikirkan hal-hal yang sebaiknya tidak perlu kita pikirkan. Perasaan-perasaan yang dijelaskan pada lembar-lembar awal buku ini tentang perasaan-perasaan destruktif yang tak harus kita rasakan. Dilanjutkan dengan puisi-puisi selanjutnya dimana Lala menceritakan secara jujur tentang perasaan negatif yang menurut saya dialami langsung olehnya dan mungkin dialami oleh banyak orang, lalu ia lanjutkan dengan puisi positif dengan memberi semangat dan mengatakan bahwa semua perasaan negatif itu salah dan tak perlu dipikirkan.
“I want to grow up but my soul doesn’t seem to be very exited about it. Maybe she’s lying. She’s just a soul. One day she says, “Get up, lazy cat! You have to live your day proud and loud!“ But another day she whispers, “so tired, can we just stay at home all day, call in sick, write an ugly poem, and be busy being invisible?”
Seperti halnya Lala yang menuliskan dan menggambarkan ketakutan-ketakutannya dan berdamai dengannya. Dapat kita tangkap dari perspektif Lala bahwa tidak harus selalu menuntut dirinya untuk selalu dalam keadaan baik dan menuntut kesempurnaan. Sudah menjadi fitrahnya manusia untuk berada dalam dua kondisi ini. Baik dan buruk, senang dan sedih, bersemangat dan malas. Karena kita hanyalah manusia biasa dan bukan Tuhan, maka dari itu, it’s okay to be not okay, as it is part of us. Dalam buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana hubungan pertemanan yang ada diantara perempuan.
“Women to women friendship is the hardest of them all. It’s listening but at the same time talking someone’s back.”
Kata-kata itu membuat saya tergelitik karena ada benarnya juga apa yang dikatakan Lala.
Lalu, di lembaran selanjutnya Lala menjelaskan tentang “Nothing” yang sebenarnya saya bingung apa yang ingin ia jelaskan. Namun, setelah mendalami maknanya ternyata Lala memberi kita ‘kacamata’ baru dalam melihat hal-hal di sekeliling kita sebagaimana hakikat kehidupan menjadi pedoman dan tolak ukur kita dalam melakukan segala hal, termasuk dalam memandang ketakutan-ketakutan kita. Lala menuliskan dalam bukunya,
Let’s talk about nothing. Nothing is not nothing at all. There are so many things in nothing. More important than any important things you have learned all your life. Nothing is the most beautiful thing in the world because in nothing the possibility is endless. Everything is nothing and nothing is everything. Nothing is zero and empty. From zero you can become one hundred and be back to zero again. (hal.136). Menemukan “nothing” adalah sebuah loncatan. “Nothing” muncul begitu saja seketika ketakutan diurai. It’s a completely greater thing compared to our fears. Maka tak heran jika bahasan “nothing” seakan tidak berhubungan dengan ketakutan-ketakutan kita, as they are now “nothing”.
Dari semua puisi-puisi Lala dalam The book of forbidden feelings mengajarkan kita tentang banyak hal dan tidak usah khawatir dan takut untuk mengalami berbagai fase dalam hidup. Sudah sewajarnya manusia mengalami dualisme dalam hidup, sedih dan bahagia, putus asa dan bersemangat, mengalami hal baik dan buruk. Karena itu memang sudah sewajarnya hidup. Tetapi tetap saja yang paling penting bagi diri kita sendiri menurut saya adalah kebahagiaan. Lala pun menyebutkannya bahwa kebahagian kita adalah hal yang selalu penting pada halaman 105 yaitu,
Your
happiness is
always
urgent.
Sangat relate bukan. Kadang kita mengedepankan hal-hal yang wajib kita lakukan sebagai bentuk tanggung jawab kita. Padahal ada tanggung jawab yang lebih penting dari apapun yaitu tanggung jawab untuk membuat diri kita sendiri menjadi bahagia. Ini bukanlah egois tapi lebih kepada bagaimana cara kita mengapresiasi diri kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar