Bagian 6
Purnama
menyusul rembulan

Pagi ini cuaca di langit Ottawa
terlihat begitu cerah dan sepertinya musim semi akan segera tiba. Pada saat
musim semi ini bunga sakura sedang bermekaran di Jepang namun, di Ottawa
suasana jalanan terlihat ramai apalagi di mall
sangat banyak orang yang ingin berbelanja karena pada saat ini mall dan juga distro-distro banyak
menawarkan diskon besar-besaran yang tentunya akan menarik minat para konsumen
agar tergiur untuk berbelanja. Ada yang rela datang pagi-pagi sekali karena
takut barang yang akan dibeli habis terjual. Hari ini juga kampus Zahirah
kebetulan libur.
Zahirah berniat untuk jalan-jalan
keliling Ottawa dengan memakai sepeda. Tentunya Zahirah tidak sendirian, ia
ditemani kedua sahabatnya yang sering membuat gaduh yaitu, Carolin dan Wilson. Tak
butuh waktu yang lama, mereka bertiga sudah menunggang sepeda masing-masing
yang mereka sewa di tempat penyewaan sepeda. Zahirah memakai sepeda berwarna
biru laut, Carolin memakai sepeda berwarna peach,
dan Wilson memakai sepeti berwarna biru dongker dengan model yang sama
seperti Zahirah dan Carolin yaitu model sepeda BMX.
“Satu .... dua.... tiga ... ayo kita balapan cepat
....”, seru Carolin penuh semangat.
“Eh eh,,,. Tunggu deh cerewet. Entar kalo balapan
kamunya sakit lagi terus yang repot aku sama Zahirah. Udah-udah gak usah banyak
gaya deh, kita sepedaannya pelan-pelan aja kali”, cegah Wilson.
“Uh gak gaul, gak asik. Bilang aja kalau takut huuh
payah...”, Carolin menjulurkan lidahnya ke arah Wilson.
“Tuh kan kalian kalau ketemu aja jadi kayak gini.
Udah-udah gak usah ribut, liat deh disana ada yang jual es krim beli
yokkk....”, Zahirah bertindak sebagai penengah antara Carolin dan Wilson.
“Ayo... kita tinggalin aja nih si krempeng”, Carolin
mencibir Wilson sambil mengayuh cepat sepedanya.
“Eh tungguin dongg dasar gendut...”, Wilson tak mau
kalah.
Mereka
bertiga mengayuh pedal sepeda dengan sangat labil. Terkadang mereka mengayuhnya
dengan sangat cepat dan terkadang mereka mengayuhnya seolah tak berniat
mengayuh sepeda saking lambatnya. Tak lupa pula dengan kegaduhan yang dibuat
Wilson dan Carolin. Sekarang di tangan kanan mereka sudah ada es krim dengan
rasa yang berbeda-beda. Carolin rasa pisang dengan saus stroberi, Zahirah rasa
cokelat dengan kacang almond, dan Wilson rasa vanilla dengan taburan cokelat
perancis. Tak beberapa lama, mereka berhenti di sebuah taman yang memang di
sediakan tempat duduk khusus untuk para pengunjung taman ini. Taman ini dihiasi
begitu banyak bunga-bunga yang indah dan juga ada air mancur di beberapa sisi
taman. Ada banyak anak-anak yang berusia sekitar 2-5 tahun bersama orangtuanya
yang menghabiskan musim seminya dengan piknik di taman ini. Ada juga muda-mudi
Ottawa yang sedang duduk-duduk di taman ini.
Di depan taman ini juga ada sebuah
cafe yang menyediakan tempat karaoke. Wilson, Zahirah, dan Carolin pun tak
ketinggalan pergi ke cafe itu. Mereka bernyanyi-nyanyi tidak jelas disana.
Suara mereka pun terdengar begitu menukik telinga. Mereka bertiga hanya hapal
lagu saja tapi tidak dapat menyanyikan lagu sebagai mana mestinya. Di tengah
keasikan mereka tiba-tiba suara ponsel milik Zahirah berdering dan bergetar di
saku rok nya. Ketika itu, Zahirah langsung melepaskan earphone yang melekat di telinganya dan keluar dari ruang karaoke
tersebut. Wilson dan Carolin terlalu terhanyut dalam keasikan sehingga sedikit
pun tak menggubris Zahirah yang sudah meninggalkan mereka berdua.
“Siapa
ya yang telpon kok nomornya gak di kenal”, batin Zahirah.
“Haloo,
Zahirahhh....”, terdengar suara dari handphone
milik Zahirah yang suaranya sangat jelas kalau orang itu sedang menangis.
“Halooo,...
ini siapa ya?”, jawab Zahirah yang tak tahu siapa yang menelpon itu.
“Ini
tante Kinul Zahirah, ibumu nak .... akhhh... ibumu sudah meninggal Zahirah...
kamu harus kesini nak... “, suara itu terdengar begitu sesak.
“Apa?
Ahhhhhhhhhhhhhhhhhh..... gak mungkinnn, ibuuuuuu... tante pasti bohong kan sama
Zahirah.... jawab tante... tante bohong kan? Ibu gak mungkin ninggalin Zahirah.
Ini pasti gak mungkin....”, Zahirah berteriak dengan bahasa Indonesia di
tengah-tengah orang Kanada. Semua pengunjung cafe langsung melihat ke arah
Zahirah.
“Kamu
harus sabar Zahirah .... tante juga gak percaya ibumu cepat banget ninggalin
kita, sekarang kamu tenangin hatimu ya nak. Kamu bisa kan pulang ke
Indonesia?”, jawab tante Kinul yang berusaha kuat dan tegar.
“Gimana
aku bisa tenang tante? Gimana? Oh ya Allah kenapa ini... kenapa kau ambil ibuku
begitu cepat ya Allah.... kenapa .............” Zahirah kembali berteriak dan
kali ini teman-temannya yang sedang asik karaokean juga sudah keluar dari ruang
karaoke dan langsung menghampiri sahabatnya yang sedang menangis dan berteriak
dalam bahasa yang tidak mereka mengerti.
“Eh krempeng Zahirah kenapa tuh, yok kesana...”,
Carolin menunjuk ke arah Zahirah.
“Gak tahu, eh tapi dia nangis loh, ayo cepet kita
kesana”, mereka berdua setengah berlari ke arah Zahirah.
“Zahirah... kamu kenapa?”, tanya Carolin dan Wilson
kompak.
“Ibu aku... ibu...”, Zahirah berbicara dengan bahasa
Indonesia tanpa ia sadari kedua sahabatnya terlihat bingung dengan apa yang
baru saja ia katakan.
“Ngomong yang jelas Irah, kamu kenapa sayang?”,
Carolin memeluk Zahirah.
“My mom was
died. Aku gak percaya ini Carolin. Allah ngambil ibuku sangat cepat. Bahkan
saat aku lagi jauh darinya.”
“Inalillahi wainnailaihi rajiun, Zahirah kamu harus
tabah ya sayang. Udah kita duduk dulu yuk..”, Carolin membawa Zahirah ke tempat
duduk yang berada di sudut cafe. Zahirah pun hanya mengikuti kemauan Carolin saja
dan disusul Wilson.
“Be patient Rah,
kamu harus tetap kuat. Jangan nangis lagi mendingan kamu harus cepat pulang ke
Indonesia Rah. Nanti aku sama Carolin bakal urus transportasinya sekarang kita
ke asrama kamu aja Rah”, Wilson berbicara seperti orang bijak.
“Iya Irah, Wilson bener ayo kita balik ke asramamu”,
Carolin kembali menuntun Zahirah untuk keluar dari cafe itu. Zahirah hanya diam
dalam tangisannya dan mengikuti arahan dari temannya.
Mereka
keluar dari cafe dan berjalan sambil menuntun sepeda yang mereka sewa dan
segera mengembalikannya ke tempat mereka menyewa sepeda. Sepanjang perjalanan
Zahirah tidak berhenti menangis dan terus memanggil ibunya. Sangat jelas
terlihat kalau Zahirah begitu terpukul akan kabar duka yang ia terima dari
Indonesia. Kesedihan yang berlarut memang tidaklah baik. Sudah seharusnya
sebagai hamba Nya kita harus merelakan nyawa yang telah ia berikan pada kita
karena pada akhirnya nyawa itu akan kembali padanya. Hanya Dia lah yang berhak
mengambil kembali nyawa yang sempat hidup dalam raga setiap manusia. Kematian
memang akan ada maka dari itu manfaatkanlah waktu yang ada di dunia ini dengan
sebaik mungkin karena tidak kita akan menyesal pada akhirnya karena telah
menyia-nyiakan waktu yang begitu berharga di dunia ini. Tuliskanlah kisah hidup
dengan sebaik-baiknya, jangan pernah berpikir untuk membangkang perintah Allah
karena azab Allah adalah pasti. Sebaik-baiknya manusia, ia adalah orang yang
taat kepada Allah dan menjauhi larangan Allah.
***
to be continued ~
Komentar
Posting Komentar